Minggu, 30 November 2008

Asyura di dalam Al-Qur'an

Peringatan tragedi berdarah pembantaian cucu sang Nabi, hampir dilupakan. Ada yang menyikapi dgn antusias semangat mendukung, ada yang biasa-biasa saja, ada yang diam tak menyikapi, bahkan ada yang membid'ahkan. Bagaimanakah seharusnya mereka?.

Al-Qur'an bukan kitab kisah-kisah umat terdahulu, akan tetapi al-Qur'an adalah kitab standar umat yang mencari kebenaran, yang isinya memuat kisah-kisah umat terdahulu yang dapat dijadikan ibrah atau pelajaran bagi umat masa kini atau umat yang akan datang.

Seseorang yang lapar, dia akan mencari makanan, seseorang yang dahaga, dia akan mencari sumber air, dan saya yakin! orang yang rohaninya kering, dia akan mencari sumber kehidupan, penuntun jalan kebenaran, yaitu al-Qur'an.

Semua kisah di dalam al-Qur'an merupakan sebaik-baiknya kisah, sebagaimana Allah berfirman di dalam Qs. Yusuf: 2 - 3, Kami menceritakan kepadamu (wahai Rasul), kisah-kisah yang terbaik dgn mewahyukan al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhynya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yg belum mengetahui. (ingatlah) ketika Yusuf berkata kpd ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.

Allah swt juga berfirman di dalam surah yang sama ayat: 111, Sesungguhynya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

Kisah Yusuf, ayahnya (Ya'qub), dan sebelas saudaranya diceritakan di dalam al-Qur'an, - pertanyaan - bagaimana dengan kisah al-Husein, putra dari putri Nabi Muhammad saww.

Ketika Nabi Ibrahim mendo'a memohon kpd Allah, agar dianugerahi keturunan yang shaleh, Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, anugerahkanlah daku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh. (As-Shaffat: 100)

Permohonan Ibrahim diterima oleh Allah dan Menjawab: Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang sangat sabar (yaitu Nabi Ismail). (As-Shaffat: 101)

Kemudian Allah menceritakan: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup utk berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu. Ismail menjawab: wahai ayah, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kpd-mu, insya Allah kamu mendapatkan termasuk orang-orang yang bersabar.

Tatkala keduanya telah berserah diri, Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya.
Maksud dari atas pelipisnya, adalah bagian belakang lehernya.

Kami Panggil dia: Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberikan balasan kpd orang-orang yang berbuat baik. sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus (anak itu) dengan sembelihan yang besar.
(As-Shaffat)

Perlu digaris bawahi ayat 107-nya, bahwa tafsiran mayoritas ahli tafsir, bahwa tebusan itu diganti dengan seekor kambing kibas. Dalam bahasa Arab, kata 'Azhim, adalah sesuatu yang agung, di atas besar. seperti firman Allah: Dan sesungguhnya kamu (wahai Rasul), benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Al-Qolam: 4)

Di dalam kitab 'uyun akhbar ar-Ridha, ayat 107 dari surah as-Shaffat itu ditafsirkan bahwa tebusan itu benar diganti dg tebusan seekor kibas, tapi sebelumnya Ibrahim as. diberi kabar yang menyayat hati, yang membuat Ibrahim menangis terus-menerus setelah peristiwa itu, bahwa keturunannya yang bernama al-Husein, cucu dari Nabi yang suci lagi agung, disembelih oleh umat kakeknya sendiri, di sebuah padang yg bernama Karbala.

Seharusnya umat yang dicintai oleh Nabinya, tidak melupakan peristiwa putra Fathimah as. Apalagi al-Husein adalah termasuk penghulu pemuda penghuni surga. Dari mana datangnya awal mulanya, bahwa 10 Muharram adalah hari raya aytam? bukankah setiap hari raya itu semua orang bergembira. al-Habib Abdullah ibn Alwi al-Haddad ra. shahibur Ratib berkata di dalam kitabnya Tatsbit al-Fuad: Hari Asyura adalah hari duka, tidak boleh menampakkan kegembiraan pada hari itu.

Bagi masyarakat yang bermazhab Ja'fari, peristiwa mengenang al-Husein adalah suatu momen untuk mengungkapkan rasa kecintaan kepadanya. Mengapa harus menangis, bukankah kisah itu sudah berlalu dan tak patut utk ditangisi?

Seseorang yang ditinggal mati oleh ayah yang dicintainya, setiap mengingat ayahnya pasti orang itu menangis. Sebelum menjawab, kita harus memahami dahulu kisah tangisan Ya'qub yang mengakibatkan dari tangisan tersebut kedua matanya menjadi buta.

Firman Allah: Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: Aduhai duka citaku terhadap Yusuf, dan kedua matanya menjadi putih (buta) karena kesedihan dan dia adalah orang yg menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: Demi Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf, sehingga kamu tertimpa penyakit yang berat atau termasuk orang yang binasa. Ya'qub menjawab: Sesungguhnya hanya kpd Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak ketahui. (Qs. Yusuf: 84 - 86)

Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya, Hakim an-Naisaburi dalam Mustadraknya meriwayatkan, bahwa ar-Rasul saww. keluar menemui para sahabatnya setelah Jibril as memberitahunya tentang terbunuhnya al-Husein dan ia (Nabi) membawa tanah Karbala. Beliau saww. menangis tersedu-sedu di hadapan para sahabatnya, sehingga mereka menanyakan hal tersebut. Beliau memberi tahu mereka, bahwa al-Husein akan terbunuh di Karbala. Beliau saww. menangis dan para sahabatpun ikut menangis.

Apakah mereka para Nabi as. melakukan bid'ah dengan tangisan Imam Husein? sungguh tidak wahai saudaraku.

Dalam kitab Mustadrak disebutkan bahwa Nabi saww. bersabda: Sesungguhnya terbunuhnya al-Husein menciptakan bara pada hati orang mukmin yang tak akan pernah padam.

Imam as-Sajjad Ali Ali Zaenal Abidin sang saksi Karbala, tawanan yang merdeka, setelah pulang dari Karbala akan menuju Madinah, utk melaksanakan acara arba'in (40 hari) atas terbunuh ayahnya. Ada yang bertanya sambil meledek: wahai Ali, siapa yang menang dalam pertempuran di Karbala, ayahmu atau Bani Umayyah? Imam menangis dan tak menjawab. Tak lama kemudian terdengar suara azan di masjid Nabawi, sesampai pada lafazh asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.........Imam Ali Zaenal Abidin as menjawab: sebutan nama kakekku terus disebut sepanjang zaman, sedangkan sebutan nama Bani Umayyah akan hilang ditelan masa.

Imam Ali Zaenal Abidin ibn Husein as. puluhan tahun menangisi ayahnya. Ada yang berkata: tangisanmu yang berkepanjangan itu akan mengakibatkan buruk kpd-mu. Imam menjawab: aku mengadukan hal ini kpd-Allah, aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui, Ya'qub adalah seorang Nabi, anaknya Nabi, ia menangisi anaknya, Yusuf, sampai matanya buta, sedangkan aku, aku melihat ayahku, sahabat-sahabatku, paman-pamanku dibantai di hadapanku, setiap kali aku melihat bibi-bibiku, aku teringat berlariannya mereka dari kemah ke kemah yang lain, bagaimana mungkin aku melupakan hal ini.

Hampir setiap pagi Imam as-Sajjad menghampiri pasar dan mendatanginya ke tukang jagal (pemotong) kambing. Imam berkata: wahai tuan, apakah kambing yang akan engkau sembelih, sudah engkau beri air minum? Dijawab: tak bermanfaat air baginya, karena kambing ini akan aku sembelih. Imam menangis dan berkata: wahai tuan, Aku adalah putra al-Husein, apakah anda tidak mendengar tentang ayahku, yang disembelih di Karbala dalam kehausan.

Karena kisah tersebut, di dalam mazhab Ja'fari, sunnah hukumnya, memberikan air minum kpd hewan yang akan disembelih.

Tanya Jawab;

Setiap peristiwa acara duka, yang dilakukan oleh masyarakat mazhab Ja'fari, selalu dibacakannya maqtal. Apa itu maqtal?
jawab: kisah tentang pembunuhan.

Bid'ah-kah hal itu?
jawab: Qs al-Maidah ayat 27 - 31 menceritakan kisah terbunuhnya Habil putra Adam as. setiap muslimin yang membaca al-Qur'an dan sampai pada surah tersebut, berarti membaca maqtal, jika bid'ah, berarti semua muslimin melakukan bid'ah.

Terdapat kisah yang berlebih-lebihan: ketika terbunuhnya Imam Husein, langit menangis, darimana sumbernya?
jawab: Qs. ad-Dukhan ayat 17 - 29, menceritakan tentang Musa as vs Fir'aun. Ayat 29-nya (setelah tenggelamnya Fir'aun) diceritakan bahwa langit dan bumi tidak menangisi mereka. Maka, mafhum mukhalafah (faham yang sebalik)nya, setiap kematian orang-orang yang shaleh (apalagi Imam Husein, sang maksum) langit dan bumi pasti menangis.

Salam bagimu wahai Abu Abdillah
Salam bagimu wahai Ali ibn al-Husein
Salam bagimu wahai putra-putra al-Husein
Dan salam bagimu wahai sahabat-sahabat al-Husein
wa rahmatullahi wa barakatuh

Rabu, 26 November 2008

Sajak Maulid Rasul dalam Konteks Empat Perjalanan Mulla Shadra

Al-Asfar Al-Arba'ah (Empat Perjalanan):

"Peta" Jalan Menuju Langit



Mulanya jiwa tak lain adalah titik debu; nuthfah

Ia bertransformasi menjadi kertas kosong; sang orok

Hari demi hari menjadikannya cermin; gemilang

Cermin yang melihat dan dilihat; manifestasi-Nya


Mulanya Muhammad tak lain adalah manusia; putra Adam

Ia bertransformasi menjad kosong; sang fana

Hari demi hari ia arungi nama Tuhannya; sang Baqa

Kini ia dalam segenap ruang dan waktu bersenandung; menuntun semesta kepada-Nya


Namun Muhammad telah sempurna; sempurna ia dan keluarganya dalam fana

Segala onak dan duri pula JERIT Karbala;

Adalah saksi; Muhammad dan keluarganya lebur dalam jalan keempat

Puncak kurban segala kurban; menuntun manusia kepada-Nya


Maka Muhammad adalah jalan

Pula Ali, Husein, Hasan dan Fathimah

Maka para pilihan suci dari keluarga nabi adalah jalan

Merekalah jalan yang lurus.

Minggu, 23 November 2008

Ayatullah Al-Uzhma Imam Ali Khamenei: Shalat Mengontrol Hawa Nafsu Manusia

19 November 2008
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Al-Uzhma Sayyid Ali Khamenei, dalam pertemuan dengan para peserta Konferensi Nasional Shalat ke-17, menyebut pendirian shalat dengan benar dan penuh konsentrasi pada bentuk dan kandungan shalat sebagai kunci paling utama dalam membenahi individu dan masyarakat. Beliau menekankan, syiar-syiar keislaman khususnya shalat harus nampak jelas dan transparan dalam masyarakat dan harus diperhatikan dalam setiap masalah.
Beliau menilai kewajiban syariat dan upaya menghindari yang haram sebagai akumulasi unsur-unsur yang menjamin kebahagiaan manusia. Ayatullah Al-Uzhma Khamenei mengatakan: Di antara unsur-unsur tersebut yang paling utama adalah shalat, sebab ialah yang mengontrol hawa nafsu yang selalu membujuk manusia ke arah pembangkangan".
Seraya menjelaskan bahwa kebahagiaan dan kehancuran manusia terletak pada caranya bersikap terhadap hawa nafsu, Rahbar menekankan: "Jika manusia dapat meredam hawa nafsunya ini dengan berdzikir dan mengingat Allah swt, maka ia akan sampai pada puncak kesempurnaan namun jika hawa nafsu ini dibiarkan tak terkendali, maka yang muncul adalah kezaliman, kafasadan, kemiskinan, dan arogansi".
Pemimpin Besar Revolusi Islam juga menekankan bahwa kontrol terhadap hawa nafsu ini bergantung pada dzikir dan mengingat Allah swt disertai dengan rasa membutuhkan Sang Pencipta dan merasa kerdil di hadapan keagungan Allah SWT. Beliau menambahkan: "Shalat dan dzikir kepada Allah SWT seperti ini akan menjauhkan manusia dari dosa dan kemungkaran, karena dzikir tersebut akan menumbuhkan kesadaran secara berkesinambungan dalam diri manusia dan oleh sebab itu setiap hari shalat dilakukan beberapa kali.
Beliau juga menyatakan bahwa sosialisasi shalat yang benar dalam masyarakat akan mewujudkan ketenteraman individu dan jiwa seseorang serta menciptakan rasa aman dan nyaman dalam masyarakat. Rahbar menandaskan: "Shalat yang benar adalah yang sempurna secara jasmani maupun ruhnya".
Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai shalat yang tidak disertai dengan ruhnya sebagai shalat yang hanya berdampak kecil. Beliau mengatakan: "Bentuk dan rupa shalat pada hakikatnya telah disesuaikan dengan ruhnya dan pada proses sosialisasi shalat dalam masyarakat khususnya di antara para pemuda harus diperhatikan kesempurnaan bentuk dan ruh shalat".
Seraya mengingatkan kembali pengaruh shalat yang benar terhadap hati pemuda Muslim serta perwujudan harapan dan kebahagiaan maknawi dalam diri anak muda, Ayatullah Al-Uzhma Khamenei mengatakan: "Jika seseorang berusaha menunaikan shalat yang benar dan baik sejak usia muda, maka shalatnya pada usia tua juga tetap akan dibarengi dengan kekhusyukan".
Beliau juga menyinggung minimnya jumlah masjid dan mushalla di sentra-sentra publik seraya mengimbau: "Seluruh proyek pembangunan besar harus selalu dibarengi dengan pembangunan masjid dan pemerintah juga harus secara serius menyertakan hal ini dalam program kerjanya".
Pemimin Besar Revolusi Islam menekankan bahwa keberadaan sebuah masjid di -stasiun-stasiun metro, kereta api, terminal bus antarkota, bandar udara, dan distrik-distrik besar, harus diperhatikan. Beliau menegaskan: "Dalam penerbangan domestik dan luar negeri, jadwal penerbangan harus ditentukan sedemikian rupa sehingga ada waktu untuk menunaikan shalat. Beliau menambahkan pula bahwa dalam penerbangan yang tidak memungkinkan hal tersebut maka di dalam pesawat harus disediakan tempat untuk shalat".
Rahbar menilai perhatian terhadap hal-hal tersebut sebagai bukti upaya untuk menegakkan shalat. Beliau mengatakan: "Di semua kota khususnya kota-kota besar termasuk Tehran, harus dibangun berbagai masjid dan saat waktu shalat tiba, harus didirikan shalat berjamaah dan ketika waktu shalat, suara adzan harus dikumandangkan di seluruh kota di negara Islam ini.
Beliau menambahkan: "Dalam pembangunan distrik dan permukiman harus dibangun masjid yang sesuai dengan jumlah populasi penduduk dan proyek pembangunan seperti ini tidak boleh diberi izin jika tidak memperhatikan masalah pembangunan masjid".
Rahbar di akhir pernyataannya menegaskan, "Syiar-syiar keislaman harus tampak dalam masyarakat khususnya dalam arsitektur dan konstruksi bangunan."
Di awal pertemuan tersebut, Hujjatul Islam wal Muslimin Qaraati, Ketua Lembaga Penegakan Shalat, dalam laporannya menyinggung baiknya kondisi shalat dalam masyarakat khususnya di kampus-kampus serta sambutan positif para pemuda terhadap shalat, seraya mengatakan: "Dalam Konferensi Nasional Shalat ke-17 yang digelar di Universitas Tehran ini, panitia telah menerima kiriman 900 artikel dan 700 karya seni".
Di awal pertemuan ini, dilaksanakan shalat dzuhur dan ashar yang diimami oleh Ayatullah Al-Uzhma Khamenei.

Seputar Tauhid dalam Mazhab Ahlul Bait as.

Imam Ali as berkata:
“Pangkal agama ialah makrifat tentang Dia, kesempurnaan makrifat (pengetahuan) tentang Dia ialah membenarkan-Nya, kesempurnaan pembenaran-Nya ialah mempercayai keesaan-Nya, kesempurnaan iman akan keesaan-Nya ialah memandang Dia Suci, dan kesempurnaan kesucian-Nya ialah menolak sifat-sifat-Nya, karena setiap sifat merupakan bukti bahwa (sifat) itu berbeda dengan apa yang kepadanya hal itu disifatkan, dan setiap sesuatu yang disifati berbeda dengan sifat itu sendiri. Maka barangsiapa meletakkan suatu sifat kepada Allah berarti ia mengakui keserupaan-Nya, dan barangsiapa mengakui keserupaan-Nya maka ia memandang-Nya dua, dan barangsiapa memandang-Nya dua, maka ia mengakui bagian-bagian-Nya, dan barangsiapa mengakui bagian-bagian-Nya (berarti) tidak mengenal-Nya, dan barangsiapa tidak mengenal-Nya maka ia akan menunjuk-Nya, dan barangsiapa menunjuk-Nya (berarti) ia mengakui batas-batas bagi-Nya, dan barangsiapa mengakui batas-batas bagi-Nya (berarti) ia mengatakan jumlah-Nya.
Barangsiapa mengatakan: “Dalam apa Dia berada”, berarti ia berpendapat bahwa Ia bertempat, dan barangsiapa mengatakan: “Di atas apa Dia berada”, maka ia telah beranggapan bahwa Ia tidak berada di atas sesuatu lainnya.
Ia maujud, tetapi tidak melalui fenomena muncul menjadi ada. Ia ada, tetapi bukan dari sesuatu yang tidak ada. Ia bersama segala sesuatu, tetapi tidak dalam kedekatan fisik. Ia berbeda dari segala sesuatu, tetapi bukan dalam keterpisahan fisik. Ia berbuat, tetapi tanpa konotasi gerakan dan alat. Ia melihat sekalipun tak ada dari ciptaan-Nya yang dilihat. Ia hanya Satu, sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu yang dengannya Ia mungkin bersekutu atau yang mungkin Ia akan kehilangan karena ketiadaannya”.